Sabtu, 12 November 2011

Hukum Perbankan ; tentang Tugas dan wewenang Bank Indonesia ( Tugas Kuliah gw )





Tugas Bank Indonesia

Dalam rangka mencapai tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan 
nilai  rupiah,  Bank  Indonesia  didukung  oleh  tiga  pilar  yang merupakan  3 
(tiga) bidang utama tugas Bank Indonesia yaitu : 
  • ‐  menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,  
  • ‐  mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran,  
  • ‐  serta mengatur dan mengawasi bank. 
Agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah tersebut
dapat  dicapai secara efektif dan efisien, maka ketiga tugas tersebut harus
diintegrasikan. 

1. TUGAS  MENETAPKAN  DAN  MELAKSANAKAN  KEBIJAKAN 
    MONETER 



Untuk mencapai  tujuan Bank  Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai 
rupiah,  Pasal  10  UU‐BI  menegaskan  bahwa  Bank  Indonesia  memiliki 
kewenangan untuk melaksanakan kebijakan moneter melalui penetapan 
sasaran  moneter  dengan  memperhatikan  sasaran  laju  inflasi  serta 
melakukan pengendalian moneter melalui berbagai cara antara lain : 

  • operasi  pasar  terbuka  di  pasar  uang  baik  rupiah  maupun  valuta asing
  • penetapan tingkat diskonto;
  • penetapan cadangan wajib minimum;
  • pengaturan kredit atau pembiayaan
Cara-cara pengendalian moneter tersebut dapat dilaksanakan juga
berdasarkan prinsip syariah. Sasaran laju inflasi ditetapkan oleh Bank
perkembangan dan prospek ekonomi makro. Penetapan sasaran laju
Indonesia atas dasar tahun kalender dengan memperhatikan 
inflasi tersebut terutama dilakukan dengan mempertimbangkan
perkembangan harga yang secara langsung dipengaruhi oleh
kebijakan moneter. Sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia tersebut dapat berbeda dengan asumsi laju inflasi yang
dibuat oleh Pemerintah dalam rangka penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang didasarkan pada tahun fiskal.

2. TUGAS  MENGATUR  DAN  MENJAGA  KELANCARAN  SISTEM 
    PEMBAYARAN 

Kewenangan Bank Indonesia dalam mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran diatur dalam Pasal 15 sampai dengan
Pasal 23 UU-BI. Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran, Bank Indonesia berwenang untuk melaksanakan dan
memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem
pembayaran, mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran
untuk menyampaikan laporan kegiatannya serta menetapkan
penggunaan alat pembayaran. 
Persetujuan terhadap penyelenggaraan jasa sistem pembayaran
dimaksudkan agar penyelenggaraan jasa sistem pembayaran oleh
pihak lain memenuhi persyaratan, khususnya persyaratan keamanan
dan efisiensi. Kewajiban penyampaian laporan berlaku bagi setiap
penyelenggara jasa sistem pembayaran. Hal ini dimaksudkan agar Bank
Indonesia dapat memantau penyelenggaraan sistem pembayaran.
Penetapan alat pembayaran dimaksudkan agar alat pembayaran yang
digunakan dalam masyarakat memenuhi persyaratan keamanan bagi
pengguna. Termasuk dalam wewenang ini adalah membatasi
penggunaan alat pembayaran tertentu dalam rangka prinsip kehati-
hatian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan tersebut di atas, Bank
Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap penyelenggara jasa.

3. TUGAS MENGATUR DAN MENGAWASI BANK 

Pengaturan  dan  Pengawasan  Bank  merupakan  salah  satu  tugas  Bank 
Indonesia  sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 UU‐BI. Dalam  rangka 
melaksanakan  tugas  ini,  Bank  Indonesia  menetapkan  peraturan, 
memberikan  dan mencabut  izin  atas  kelembagaan  dan  kegiatan  usaha 
tertentu  bank,  melaksanakan  pengawasan  bank,  serta  mengenakan 
sanksi  terhadap  bank  (Psl.  24).  Selain  itu,  Bank  Indonesia  berwenang 
menetapkan  ketentuan‐ketentuan  perbankan  yang  memuat  prinsip 
kehati‐hatian (Psl. 25).
Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, Bank Indonesia : 

  • memberikan dan mencabut izin usaha bank
  • memberikan  izin  pembukaan,  penutupan  dan  pemindahan  kantor bank
  • memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank
  • memberikan  izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan‐kegiatan 
    usaha tertentu (Psl. 26)
Pengawasan yang dilakukan oleh Bank  Indonesia meliputi pengawasan 
langsung  dan  tidak  langsung  (Psl.  27).  Bank  Indonesia  berwenang 
mewajibkan  bank  untuk  menyampaikan  laporan,  keterangan,  dan 
penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, 
dimana hal ini dapat dilakukan terhadap perusahaan induk, perusahaan 
anak,  pihak  terkait  dan  pihak  terafiliasi  dari  bank  apabila  diperlukan 
(Psl. 28). Pemeriksaan  terhadap  bank  dilakukan  secara  berkala  maupun  setiap 
waktu  apabila  diperlukan  dan  dapat  dilakukan  terhadap  perusahaan 
induk,  perusahaan  anak,  pihak  terkait  dan  pihak  terafiliasi  dari  bank 
apabila  diperlukan.  Bank  dan  pihak  lain  tersebut  wajib  memberikan 
kepada pemeriksa: 
  keterangan dan data yang diminta; 
  kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana 
fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya; 
hal‐hal  lain  yang  diperlukan  seperti  salinan  dokumen  yang 
diperlukan dan lain‐lain (Psl. 29). 
Bank  Indonesia  dapat menugasi  pihak  lain  untuk  dan  atas  nama  Bank 
Indonesia  melaksanakan  pemeriksaaan  terhadap  bank  (Psl.  30)  Bank 
Indonesia  dapat  memerintahkan  bank  untuk menghentikan  sementara 
sebagian  atau  seluruh  kegiatan  transaksi  tertentu  apabila  menurut 
penilaian  Bank  Indonesia  transaksi  tersebut  diduga merupakan  tindak 
pidana  di  bidang  perbankan  (Psl.  31).  Dalam  hal  keadaan  suatu  bank 
menurut penilaian Bank  Indonesia membahayakan kelangsungan usaha 
bank  yang  bersangkutan  dan/atau  membahayakan  sistem  perbankan 
atau  terjadi  kesulitan  perbankan  yang  membahayakan  perekonomian 
nasional, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan sebagaimana diatur 
dalam undang‐undang tentang Perbankan yang berlaku (Psl. 33)


Kewenangan Pengaturan dan Pengawasan Bank

Pengaturan dan pengawasan bank oleh BI meliputi wewenang sebagai berikut:

1.  Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu kewenangan untuk menetapkan tatacara perizinan dan pendirian suatu bank. Cakupan pemberian izin oleh BI meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.

2. Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu kewenangan untuk menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan dalam rangka menciptakan perbankan sehat yang mampu memenuhi jasa perbankan yang diinginkan http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Ikhtisar+Perbankan/Pengaturan+dan+Pengawasan+Bank/Tujuan+dan+Kewenangan/masyarakat.

3. Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu kewenangan melakukan pengawasan bank melalui pengawasan langsung (on-site supervision) dan pengawasan tidak langsung (off-site supervision). Pengawasan langsung dapat berupa pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus,yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik yang tidak sehat yang membahayakan kelangsungan usaha bank. Pengawasan tidak langsung yaitu pengawasan melalui alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan bank,laporan hasil pemeriksaan dan informasi lainnya. Dalam pelaksanaannya, apabila diperlukan BI dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank termasuk pihak lain yang meliputi perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur bank. BI dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama BI melaksanakan tugas pemeriksaan.

4. Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction), yaitu kewenangan untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terhadap bank apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur pembinaan agar bank beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat.

Rabu, 09 November 2011

Hukum Pasar Modal ( capital market law )

Sejarah Pasar Modal di Indonesia

Kegiatan jual beli saham dan obligasi sebenarnya telah dimulai pada abad XIX. Pada tanggal 14 Desember 1912, Amserdamse Effectenbueurs mendirikan cabang bursa di Batavia. Bursa ini merupakan bursa tertua keempat di Asia, setelah Bombay, Hongkong dan Tokyo. Bursa yang dinamakan Vereniging voor de Effectenhandel, memperjualbelikan saham dan obligasi perusahaan/perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi yang diterbitkan pemerintah (propinsi dan kotapraja), sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh kantor administrasi di negeri Belanda serta efek perusahaan Belanda lainnya (Rusdin, Pasar Modal, Bandung; Alfabeta, 2006, hal 4). 

Minat masyarakat terhadap pasar modal mendorong didirikannya bursa di kota Surabaya (11 Juni 1925) dan Semarang (1 Agustus 1925). Perkembangan pasar modal pada saat itu, terlihat dari nilai efek yang mencapai NIF 1,4 milyar, pun demikian perkembangan pasar modal ini mengalami penyurutan akibat Perang Dunia II. Akibatnya, pemerintah Hindia Belanda mengambil kebijakan untuk memusatkan perdagangan efeknya di Batavia dan menutup bursa efek di Semarang dan Surabaya. Pada tanggal 17 Mei 1940, secara keseluruhan kegiatan perdagangan efek ditutup.

Di masa kemerdekaan, pada tahun 1950, pemerintah mengeluarkan obligasi Republik Indonesia, yang menandakan mulai aktifnya Pasar Modal Indonesia. Pada tanggal 31 Juni 1952, Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali. Penyelenggaraan tersebut kemudian diserahkan kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efeknya (PPUE). Namun pada tahun 1958, terjadi kelesuan dan kemunduran perdagangan di Bursa, akibat konfrontasi pemerintah dengan Belanda. Pemerintah di masa Orde Baru, berusaha untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap nilai mata uang Rupiah. Pemerintah melakukan persiapan khusus untuk membentuk pasar modal. Pada tahun 1976, pemerintah membentuk Bapepam (Badan Pembina Pasar Modal) dan PT Danareksa. 

Hal tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah untuk membentuk Pasar Uang dan Pasar Modal. Pada tanggal 10 Agustus 1977, berdasarkan Keppres RI No 52/ 1976, pasar modal diaktifkan kembali. Perkembangan pasar modal selama tahun 1977–1987, mengalami kelesuan. Pada tahun 1987-1988, pemerintah menerbitkan paket-paket deregulasi. Paket deregulasi ini adalah: Paket Desember 1987 (Pakdes 87), Paket Desember 1988 (Pakto 88), dan Paket Desember 1988 (Pakdes 88). Penerbitan paket deregulasi ini menandai liberalisasi ekonomi Indonesia. Dampak dari adanya ketiga kebijakan tersebut, pasar modal Indonesia menjadi aktif hingga sekarang. 

Struktur dan Hukum Pasar Modal

Struktur pasar modal di Indonesia tertinggi berada pada Menteri Keuangan yang menunjuk Bapepam sebagai lembaga pemerintah yang melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan pasar modal. Sementara itu, bursa efek bertindak sebagai pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak lain dengan tujuan untuk memperdagangkan efek di antara mereka. 

Marak dan rumitnya kegiatan pasar modal, menuntut adanya perangkat hukum sehingga pasar lebih teratur, adil, dan sebagainya. Jadi hukum pasar modal mengatur segala segi yang berkenaan dengan pasar modal. Di Indonesia, terdapat UU Pasar Modal, yaitu UU No. 8/ 1995 yang mengatur tentang pasar modal. Menurut UU ini, Bapapem diberi kewenangan sebagai pengawas dan memiliki otoritas penyelidakan serta penyidikan.

Pasar Modal Indonesia Dewasa Ini

Aktivitas pasar modal yang merupakan salah satu potensi perekonomian nasional, memiliki peranan yang penting dalam menumbuhkembangkan perekonomian nasional. Dukungan sektor swasta menjadi kekuatan nasional sebagai dinamisator aktivitas perekonomian nasional. Pun demikian, di Indonesia, ternyata pasar modal masih didominasi oleh pemodal asing. Idealnya, dalam pasar modal perlu ada keseimbangan antara pemodal asing dengan pemodal lokal. 

Pasar modal Indonesia masih dianalogikan dengan arena judi, bukan sebagai sarana investasi. Akibatnya, hal ini menyebabkan peningkatan fluktuasi dan merugikan investor minoritas. 

Indonesia memiliki 2 bursa efek, yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES), yang masing-masing dijalankan oleh perseroan terbatas. Pada September 2007, Bursa Efek Jakarta dan Surabaya digabungkan (merger) menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Melalui merger ini diharapkan dapat makin memberikan peluang bagi perusahaan ke pasar modal. 

Melalui penggabungan ini, biaya pencatatan menjadi lebih murah, karena hanya mencatatkan saham secara single listing, sudah terakreditasi pada BEI. Sementara itu, bagi anggota bursa, dengan menjadi anggota bursa atau pemegang saham BEI, akan langsung menembus pasar. Bagi investor penggabungan ini menjadikan makin banyaknya pilihan investasi, karena tidak ada lagi pembedaan pasar BES dan BEJ, karena produk investasi ditawarkan dalam satu atap, BEI.

Sumber oleh : Ria Permana Sari 

PENDAHULUAN-NGASAL.COM

Sesuatu yah gw baru buat blog ini yang berencana mau share materi kuliah gw yang gw dapet dikampus buat jadi bahan pengingat gw, disamping itu juga buat ngilangin kegaptekan gw, yang semua temen-temen gw udah punya blog. (plis deh baal)

Muhamad Iqbal Arifin (ibal)